DAFTAR ISI
Daftar isi .......................................................................................................... i
Kata Pengantar .......................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan ........................................................................................................... 1
Latar Belakang .......................................................................................................... 1
Tujuan Pembahasan ........................................................................................................... 1
Batasan Masalah .......................................................................................................... 1
BAB 2 Pembahasan .......................................................................................................... 2
A. Pengertian Alqur’an ................................................................................... 2
B. Kandungan dan Fungsi
Alquran............................................................................. 3
C. Asbab
al-Nuzul ............................................................................................. 5
BAB 3 Penutup ........................................................................................................... 7
Kesimpulan .......................................................................................................... 7
Daftar Pustaka ............................................................................................... 8
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah Pengantar Studi Islam yang berjudul “ Al-Qur’an
Sebagai Sumber Ajaran Islam “.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Dalam
penyusunan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi
penyempurnaan penyusunan makalah ini.
Demikian
makalah ini saya susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada pembaca.
Peranap, Agustus 2012
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Setelah
pembaca mempelajari bab ini diharapkan mampu menerangkan dan mengemukakan
pendapat mengenai Al-Qur’an Sebagai Sumber Ajaran Islam. Sedangkan secara
khusus pembaca diharapkan agar:
a.
Dapat
mengetahui pengertian dasar Al-Qur’an.
b.
Mengetahui
sejarah perkembangan Al-Qur’an.
c.
Memahami
betul apa yang terkandung di dalam Al-Qur’an itu sendiri.
d.
Mengetahui
mengapa Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber ajaran agama islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologis,
kata al-qur’an merupakan mashdar dari kata qa-ra-a, berarti “bacaan,” dan “apa
yang tertulis padanya”. Berkaitan dengan asal Al-qur’an, terdapat
beberapa pendapat. Pertama, Al-Syafi’i [150-204H] berpendapat bahwa kata
al-quran ditulis dan dibaca tanpa hamzah dan tidak diambil dari kata
lain. Ia adalah nama yang khusus dipakai untuk kitab suci yang diberikan
kepada nabi Muhammad, sebagaimana kitab injil dan taurat dipakai khusus untuk
kitab-kitab Tuhan yang diberikan kepada nabi Isa dan Musa.
Kedua, Al-Fara’ dalam kitabnya Ma’an Al-Quran berpendapat bahwa lafal al-quran
tidak memakai hamzah, dan diambil dari kata qara’in, jama’ dari qarinah, yang
berarti indikator (petunjuk). Hal ini disebabkan karena sebagian ayat-ayat
al-qur’an itu serupa satu sama lain, maka seolah-olah sebagian ayat-ayatnya
merupakan indikator dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa itu.
Ketiga, Al-Asy’ari berpendapat bahwa lafal al-qur’an tidak memakai hamzah dan
diambil dari kata qarana, yang berarti menggabungkan. Hal ini disebabkan karena
surat-surat dan ayat-ayat al-qur’an dihimpun dan digabungkan dalam satu mushaf.
Keempat, Al-Zajjaj berpendapat bahwa lafal al-quran itu berhamzah, mengikuti
wazan fu’lan dan diambil dari kata al-qar’u yang berarti menghimpun. Hal ini
karena al-quran merupakan kitab suci yang menghimpun inti sari ajaran-ajaran
dari kitab-kitab suci sebelumnya.
Kelima, Al-Lihyani berpendapat bahwa lafal al-quran berhamzah. Bentuk
mashdar-nya diambil dari kata qara’a yang berarti membaca. Hanya saja, lafal
al-qur’an ini menurut al-Lihyani berbentuk mashdar dengan makna isim maf’ul.
Jadi, Al-qur’an artinya maqru’(yang dibaca).
Keenam, Subhi al-Shalih menyamakan kata al-qur’an dengan al-qira’ah sebagaimana
dalam QS al-Qiyamah: 7-18.
Ditinjau dari aspek terminologis, ada beberapa definisi yang dikemukaan oleh
para ulama. Manna’ al-Qaththan menyatakan bahwa al-qur’an adalah firman Allah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, dan dinilai ibadah bagi yang
membacanya. Sementara Al-Amidi mendefinisikan al-qur’an sebagai kalam Allah,
mengandung mukjizat, dan diturunkan kapada Rasulullah Muhammad SAW, dalam
bahasa arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya
merupakan ibadah,terdapat dalam mushaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan
ditutup dengan surat al-Nas. Menurut Khallaf, al-Qur’an adalah firman Allah
yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui jibril
dengan menggunakan lafadz bahasa arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi
hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi
manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana untuk melakukan
pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam
mushhaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas,
disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara
lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.
Mengacu kepada definisi di atas, beberapa ulama kemudian menyimpulkan bahwa
al-quran itu memeiliki beberapa ciri: pertama, al-Qur’an merupakan kalam Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kedua, al-Qur’an diturunkan dalam
bahasa arab. Ketiga, al-qur’an itu dinukilkan kepada beberapa generasi
sesudahnya secara mutawatir(dituturkan oleh banyak orang kepada banyak orang
sekarang). Keempat, membaca setiap kata dalam al-Qur’an itu mendapat pahala
dari Allah, baik bacaan itu berasal dari hafalan sendiri maupun dibaca langsung
dari mushaf Al-Qur’an. Kelima, Al-Qur’an itu dimulai dari surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat al-Nas.
B. Kandungan
dan fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an
adalah kitab sarat dengan kandungan, mulai hukum, akidah, etika, hubungan
sosial dan sebagainya. Dari keseluruhan isi al-Qur’an, sebagaimana dikatakan
oleh Kallaf, pada dasarnya mengandung pesan-pesan; [1] masalah tauhid, termasuk
di dalamnya masalah kepercayaan terhadap yang gaib;[2] masalah ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan
dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan di dalam hati dan
jiwa; [3] masalah janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan baik bagi
mereka yang berbuat baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang berbuat jahat,
janji akan memperoleh kebahagian dunia akherat, dan ancaman akan mendapat
kesengsaraan dunia akherat, janji dan ancaman di akhirat berupa surga dan
neraka;[4] jalan menuju kebahagiaan dunia-akhirat, berupa ketentuan-ketentuan
dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat mencapai keridhohan Allah;
dan [5] riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu, baik sejarah
bangsa-bangsa, tokoh-tokoh, maupun Nabi dan Rosul Allah.
Ditinjau secara gari besar dari hukum-hukum yng terkandung di dalamnya,
kandungan al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, hukum-hukum yang
berkenaan dengan i’tiqad(kenyakinan) yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan
iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Kedua,
hukum-hukum yang berkenaan dengan akhlak(etika), yaitu hukum-hukum yang
berhubungan dengan perilaku hati yang mengajak manusia untuk berakhlak mulia
dan berbudi luhur. Ketiga, hukum-hukum yang berkenaan dengan amaliyyah
(tindakan praktis), yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan semua tndakan
yang dilakukan oleh manusia secara nyata, meliputi ucapan serta perbuatan yang
berhubungan dengan perintah,larangan, dan penawaran yang terdapat al-Qur’an.
Pokok kandungan yang ketiga ini secara dimensional mencakup pola hubungan
vertikal dan horisontal. Amaliyyah yang berdimensi vertikal adalah amaliyyah
yang berkanaan dengan hubungan dengan hamba dengan Allah. Bentuknya adalah
ibadah. Bentuk ibadah antara lain: mahdlah, seperti sholat dan puasa. Ada
berbentuk ghairu mahdlah yang juga mengandung maliyyah-ijtima’iyyah
(sosial-kebendaan) seperti zakat dan juga badaniyyah-ijtima’iyyah
(sosial-kejasmani) sebagaimana haji. Keempat jenis ibadah ini(shalat,
puasa,zakat, dan haji) dijadikan sebagai dasar Islam setelah iman.
Adapun amaliyyah yang berdimensi horizontal adalah amaliyyah yang berkenaan
dengan hubungan antar hamba satu dengan yang lainnya. Amaliyyah jenis ini dapta
diklasifikasikan menjadi empat macam; [1] aturan syari’at yang berorientasi
perluasan dan pengamanan dakwah Islam, yaitu jihad; [2] aturan syari’at yang
berorientasi membangun tatanan rumah tangga sebagaimana hal ihwal perkawinan,
talak, nasab, pembagian harta pustaka dan lain sebagainya.[3 ] aturan yang
berorientasi pada regulasi hubungan antar manusia seperti jual beli,
persewaan,dll yang dikenal dengan mu’amalah(transaksi). [4] aturan atau
undang-undang yang memuat sanksi atas tindak kejahatan. Hal ini diterapkan
dengan qishash dan had.
Menurut M. Quraish Shihab, al-Qur’an turun dengan memiliki beberapa fungsi: [1]
bukti kerasulan Muhammad dan kebenaran ajarannya;[2] petujuk akidah dan
kepercayaan yang harus dianut oleh manusia;[3] petunjuk mengenai akhlak yang
murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagaman dan susila yang harus diikuti
oleh manusia dalam kehidupannya secara individual dan kolektif;[4] petunjuk
syari’at dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus
diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia. Atau
dengan kata lain, al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia kejalan yang
harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
C. Asbab
al-Nuzul
Proses
turunya wahyu adakalanya dilatarbelakangi oleh sebuah peristiwa, atau
pertanyaan sahabat, dan adakalanya tanpa sebab yang menjadi latar belakangnya.
Artinya, ada ayat yang turun tanpa ada preseden yang mandahulinya. Ayat
dalam kategori semacam ini turun memang atas kehendak Allah.
Asbab al-nuzul adalah hal-hal yang diungkapkan atau dijelaskan hukumnya oleh
suatu ayat atau beberapa ayat pada saat ayat tersebut diturunkan. Secara
lebih jelas, yang dimaksud dengan asbab al-nuzul adalh peristiwa yang terjadi
pada masa Rasulullah atau pertanyaan-pertanyaan yang dating dari kalangan sahabat
yang mana pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi perhatian khusus Rasulullah.
Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengetahui asbab al-nuzul.
Pertama, mengetahui hikmah pensyari’atan suatu hukum. Kedua, membantu
pemahaman makna suatu ayat serta menjelaskan isykal ( kejanggalan atau
kesulitan makna). Ketiga, menepis persangkaan hasr (ketentuan pada suatu
hal semata). Sebagaiman firman Allah dalam surat al-An’am [6]:145.
Imam al-Syafi’i mengatakan bahwa orang-orang kafir menganggap haram terhadap
apa yang dihalalkan oleh Allah, menganggap halal apa yang diharamkan oleh
Allah, dan selalu berseberangan dan bertentangan dengan syari’at-Nya, maka
turunlah ayat ini dengan tujuan menentang kehendak mereka.
Keempat, men-takhshish hukum dengan asbab al-nuzul ayat. Kelima,
mengetahui bahwa sebab turunnya ayat tidak keluar dari cakupan keumuman
hukumnya, walaupun ada keterangan yang men-takhshish keumuman ayat.
Keenam, mengetahui tentang apa dan tentang siapa ayat diturunkan. Ketujuh,
secara psikologis dapat memudahkan penghafalan dan menancapkan kefahaman bagi
orang yang mendengarkan ayat ssekaligus mengetahui latar belakang turunnya.
Asbab al-nuzul bisa ditinjau dari berbagai aspek. Salah satunya ditinjau
dari aspek bentuknya. Pertama, berbentuk peristiwa. Kedua,
berbentuk pertanyaan. Asbab al-nuzul berbentuk peristiwa ada tiga macam,
pertengkaran; kesalahan yang serius; dan cita-cita dan harapan. Asbab
al-nuzul yang bentuk pertanyaan dibagi menjadi tiga macam pula, yaitu
pertanyaan tentang masa lalu, masa yang sedang berlangsung, dan masa yang akan
datang.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang menurun, asbab al-nuzul dapat dibagi
menjadi ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan
inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun satu)
dan ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid (inti persoalan yang terkandung dalam
ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedangkan sebab turunnya
satu). Sebab turunnya ayat disebut ta’addud bila ditemukan dua riwayat
yang berbeda atau lebih tentang sebab turun suatu ayat atau sekelompok ayat
tertentu. Sebaliknya, sebab itu disebut wahid atau tunggal bila
riwayatnya hanyu ayat satu. Suatu ayat atau sekelompok ayat yang turun
disebut ta’addud al-nazil, bila inti persoalan yang terkandung dalam ayat yang
turun sehubungan dengan sebab tertentu lebih dari satu persoalan.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turunnya ayat dan
masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebut
lawannya, maka kedua riwayat ini diteliti dan dianalisis. Permasalahannya
ada empat bentuk. Pertama, salah satu dari keduanya sahih dan yang
lainnya tidak. Kedua, keduanya sahih. Akan tetapi salah satunya
mempunyai penguat (murajjih), dan yang lainnya tidak. Ketiga, keduanya
sahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat (murajjih).
Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus. Bentuk keempat, keduanya
sahih, tidak mempunyai penguat (murajjih), dan tidak mungkin mengambil keduanya
sekaligus.
Bentuk pertama diselesaikan dengan jalan memegangi riwayat yang sahih dan
menolak yang tidak sahih. Bentuk kedua penyelesainnya dengan mengambil
yang kuat (rajihah). Penguat (murajjih) itu adakalanya salah satunya
lebih sahih dari yang lainnya atau periwayat salah satu dari keduanya
menyaksikan kisah itu berlangsung sedang periwayat lainnya tidak
demikian. Bentuk ketiga penyelesainnya dengan menganggap terjadinya
beberapa sebab bagi turunnya ayat tersebut. Adapun bentuk keempat
penyelesainnya dengan menganggap berulang-ulangnya ayat itu turun sebanyak
asbab al-nuzul-nya.
BAB III
KESIMPULAN
1. Al-Qur’an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui jibril dengan
menggunakan lafadz bahasa arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah
bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi
manusia, memberi petunjuk kepada mereka dan menjadi sarana untuk melakukan
pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia terhimpun dalam
mushhaf, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas,
disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara
lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.
2. Dari keseluruhan isi al-Qur’an,
sebagaimana dikatakan oleh Kallaf, pada dasarnya mengandung pesan-pesan; [1]
masalah tauhid, termasuk di dalamnya masalah kepercayaan terhadap yang gaib;[2]
masalah ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan yang mewujudkan
dan menghidupkan di dalam hati dan jiwa; [3] masalah janji dan ancaman, yaitu
janji dengan balasan baik bagi mereka yang berbuat baik dan ancaman atau siksa
bagi mereka yang berbuat jahat, janji akan memperoleh kebahagian dunia akherat,
dan ancaman akan mendapat kesengsaraan dunia akherat, janji dan ancaman di
akhirat berupa surga dan neraka;[4] jalan menuju kebahagiaan dunia-akhirat,
berupa ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat
mencapai keridhohan Allah; dan [5] riwayat dan cerita, yaitu sejarah
orang-orang terdahulu, baik sejarah bangsa-bangsa, tokoh-tokoh, maupun Nabi dan
Rosul Allah.
3. Asbab al-nuzul adalah hal-hal yang
diungkapkan atau dijelaskan hukumnya oleh suatu ayat atau beberapa ayat pada
saat ayat tersebut diturunkan. Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh
dengan mengetahui asbab al-nuzul:
a)
mengetahui
hikmah pensyari’atan suatu hukum
b)
membantu
pemahaman makna suatu ayat serta menjelaskan isykal ( kejanggalan atau
kesulitan makna)
c)
menepis
persangkaan hasr (ketentuan pada suatu hal semata)
d)
men-takhshish
hukum dengan asbab al-nuzul ayat
e)
mengetahui
bahwa sebab turunnya ayat tidak keluar dari cakupan keumuman hukumnya
f)
mengetahui
tentang apa dan tentang siapa ayat diturunkan
DAFTAR PUSTAKA
Naim Ngainun
. 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Teras
Ahmad, Sa’ad Mursa. Dr, Tathawwaur
Al-fikry al-Tarbawy, Matabi’ Sabjal Al-Arabi, Kairo, 1975.
Al-abrasy, Mohammad Athiyyah. Dr,
At-Tarbiyah Al-Islamiyah (Terjemah Prof. H. Bustami A. Gani dan Djohar Bachry.
Lis Dasar-Dasar pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1974
Tidak ada komentar:
Posting Komentar